Bersama Menjadi Guru Keluarga
Oleh Sumarti M Thahir
Setiap kejadian Allah berikan hikmah kebaikan yang tak terkira. Masa pandemi yang panjang, memberikan kesempatan kepada orang tua untuk menjalankan fungsi sejatinya, yaitu sebagai guru keluarga.
Mengapa fungsi sejati orang tua sebagai guru keluarga?
Kita semua tahu, bahwa tugas pertama yang Allah perintahkan kepada Nabi Adam as. adalah mengajarkan nama-nama kepada malaikat. Ada satu riwayat yang menyatakan malaikat dan jin. Jadi mengajar bagi manusia adalah perintah langsung dari Allah yang berarti tugas melekat.
Para Nabi dan Rasul adalah guru bagi keluarganya. Adam mengajarkan kepada Hawa tentang nama-nama dan cara berburu. Allah yang langsung mengajarkan kepada Adam. Mereka berdua mengajarkan anak-anaknya tentang bersaudara, bercocok tanam dan bermasyarakat.
Nuh as. melanjutkan tugas kerisalahan Adam as. Nuh as. mengajak istri dan anaknya untuk menyembah Allah dan melakukan kebaikan. Nuh as, adalah hamba pilihan Allah yang doanya selalu didengar Allah. Kisah Nuh as. memberikan pelajaran bahwa sebagai guru keluarga tugas orang tua hanyalah mengajak. Pada akhirnya, Allahlah yang menentukan keberhasilan dari proses pendidikan dalam keluarga. Pada diri Nuh as. disematkan kesabaran dan ketangguhan yang sungguh. Selama hampir 900 tahun ia mengajak keluarga dan masyarakatnya untuk menyembah Allah saja. Akan tepi, Allah hanya mengizinkan 9 orang yang mau mengikuti. Bahkan istri dan satu anaknya tidak mau mengikuti arahan Nuh as. Inilah kisah berharga tentang tugas sebagai guru keluarga.
Tugas guru keluarga adalah melaksanakan pendidikan seoptimal mungkin, dengan ilmu yang benar dan cara yang tepat. Upaya yang dilakukan oleh guru keluarga, akan dilihat oleh Sang Pemberi Tugas, apakah perintah dilakukan dengan niat karena ketundukan dan keikhlasan atau dengan tujuan lain. Hasil dari pendidikan, adalah keputusan pada Sang Pemberi Tugas yaitu Allah swt. Kesadaran ini harus ada pada setiap diri guru keluarga, agar saat anak berhasil yang ada adalah bersyukur, berterimakasih kepada Allah Sang Pemberi Tugas. Bersyukur karena telah diberikan kesempatan menjadi guru. Bersyukur karena telah dijaga dan diberi kemudahan dalam menjalankan tugasnya.
Sebaliknya, jika upaya sungguh sungguh menjadi guru keluarga ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, sikap yang seharusnya adalah meminta ampun dan berserah diri kepada Allah. Jika kegagalan itu karena keabaian kita, beristighfar adalah jalan terbaik. Siapa yang tahu penyebab kegagalan? Tentunya hanya Allah Sang Pemberi Perintah.
Lalu, Allah mengutus Ibrahim as. menjadi guru keluarga. Ibrahim as. pertama kali mengajar kepada Ayah dan Ibunya untuk menjadi hamba Allah. Tidak menyembah berhala. Apakah Ibrahim as. berhasil? Kepada ayahnya, Allah tidak izinkan untuk mengikuti ajakannya. Kisah ini, mengajarkan kepada kita, bahwa guru kebaikan pada keluarga tidak selalalu dari orang tua. Kita bisa belajar banyak kebaikan kepada anak-anak kita. Orang tua sudah selayaknya bersikap rendah hati, bahwa tidak semua kita tahu dan harus tahu. Ada hal-hal yang Allah titipkan kepada anak-anak untuk belajar.
Ibrahim as. pada saat dewasa menjalankan tugas sebagai guru keluarga kepada istrinya yaitu Sarah. Ibrahim as. mengajarkan beribadah kepada Allah, membaca dan menulis, serta bermasyarakat. Sarah adalah murid yang menyerap ilmu Ibrahim as. dengan sempurna. Maka saat melihat gurunya sudah renta, ia bersedih karena Allah belum memberikan keturunan. Dia memikirkan, siapa pelanjut guru keluarga nantinya. Maka ia mengusulkan kepada gurunya untuk menikahi wanita terbaik yang juga murid Ibrahim as. yaitu Hajar. Allah memberikan keturunan Ibrahim as. melalui rahim Hajar dengan lahirnya Ismail as.
Tugas guru keluarga Ibrahim as. bertambah. Ia kini punya satu murid lagi dalam keluarganya yaitu bayi Ismail. Bagaimana Ibrahim as mendidiknya? Allah mengilhamkan kepada Ibrahim as. mendidik Ismail dengan ketaatan sempurna kepada Allah. Hanya bergantung kepada pertolongan Allah. Keberadaannya di Lembah Faron tanda siapa-siapa adalah pendidikan pertama untuk Ismail as. Ibrahim as yakin Ismail as mampu melaksanakan karena telah disiapkan mentor yang tangguh yaitu Hajar.
Ibrahim as mengajarkan tugas sebagai guru keluarga secara berjenjang. Pertama ia menyiapkan diri sebagai guru dengan karakter mendasar yaitu ikhlas dan tunduk akan perintah Allah. Kedua ia mengajar dan melatihkan karakter tersebut kepada istri dan orang terdekatnya. Ketiga membagi tugas menjadi guru keluarga tidak hanya pada dirinya tapi juga kepada seluruh keluarganya. Ibrahim as. mengontrol hasil didikan dari muridnya dengan berdialog kepada anaknya Ismail. Ketika konsep yang dipahami sama persis antara istri dan anaknya, ia berdoa dan memohon kepada Allah untuk anak dan keturunannya.
Apakah kita cukup hanya menjadi guru keluarga pada keluarga inti kita? Tidak. Allah menurunkan hamba terbaik yang paling dikasihi yaitu Muhammad saw. Sejak Adam diciptakan, Allah telah mengabarkan bahwa kelak akan lahir manusia terbaik sepanjang zaman, yang akan merenda seluruh kesalihan umat manusia. Muhammad saw. disiapkan dari keturunan yang mulia sampai kepada Nabi Adam as.
Sejak diberikan wahyu, orang pertama yang diajar adalah istrinya Khadijah. Lalu dia mengajar anak dan sepupunya Ali ibn Thalib. Selanjutnya keluarga besar dan teman-teman dekatnya. Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali adalah murid terbaiknya. Murid-murid ini mengajar lagi keluarganya, demikian seterusnya.
Jadi, bagi kita menjadi guru keluarga adalah tugas yang telah diwariskan para Nabi dan Rasul.
Lalu, mengapa ada ungkapan menjadi orang tua tidak ada sekolahnya? Ketika di keluarga tidak ada gurunya, pastilah keluarga tidak menjadi sekolah guru. Jadi… agar lahir guru keluarga tugas kita adalah memfungsikan lagi orang tua menjadi guru keluarga…. mari kita bergerak. Bismillahirrahmanirrahim…
SHARE
- Telegram
- Pinteres