Oleh: Sumarti M Thahir
Direktur Yayasan Bening Indonesia
“Berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,” [Q.S Al-Qashas: 77]
Seorang ibu sebut saja Ibu Salihah suatu hari bercerita kepada saya: “Bunda, saya ini hanya ibu biasa. Saya mendidik anak dengan apa yang saya bisa. Kalau saat ini anak saya berhasil kata orang-orang, karena kesalihannya, itu semua terjadi karena kasih sayang Allah semata. Saya tidak sehebat Ibu Fulanah yang dengan kerja kerasnya anak-anaknya menjadi hafidz. Keluarga kami biasa-biasa saja…..” Sepanjang ibu itu bercerita saya hanya mendengarkan dengan seksama. Tak terasa aku menitikkan air mata. Dan, ibu itupun heran. “Kenapa Bunda? Apakah ada yang salah dari ceritaku?” tanyanya kepadaku. Aku masih terdiam. Beberapa saat lamanya kami berada dalam keheningan.
“Ibu apa kegiatan ibu setelah menikah?” tanyaku dengan hati-hati.
“Saya hanya menjadi istri dan ibu rumah tangga saja,” jawab ibu malu-malu.
“Apakah itu pilihan ibu?” tanyaku lagi.
“Ya, bunda. Karena aku merasa tidak punya keterampilan lain selain menjadi istri dan ibu.” Jawabnya.
“Apakah sebelum menikah ibu bekerja?”
“Ya, sebagai administrasi di kantor…”
“Ibu, hebat!” ucapku penuh keyakinan.
Ibu salihah itu terkejut. Pandangannya menunjukkan rasa tidak percaya yang amat dalam.
“Ya, ibu hebat!” ucapku sambil memegang kedua pundaknya. Ia tertunduk. Tampak bulir-bulir air mata menetes perlahan.
“Baru kali ini aku mendengar ucapan itu, Bunda. Bertahun-tahun aku merasa bukan siapa-siapa. Maaf Bunda. Apa maksud ungkapan Bunda….”
“Ibu, tidak banyak merasa bahwa menjadi istri dan ibu itu adalah sebuah keterampilan. Ketika seseorang menganggap bahwa peran itu adalah keterampilan yang terus ditingkatkan, pada saat itulah dia tidak akan berhenti belajar. Istri dan Ibu adalah keterampilan yang tidak ada sekolahnya. Ketika ibu menyediakan dengan sadar seluruh waktu ibu untuk menjadi istri dan ibu pada saat itulah Anda berhasil mendefinisikan diri yang lebih cepat. Sebagaimana kita tahu semakin cepat seseorang mendefinisikan diri sebagai apa, ia akan lebih cepat berhasil. Itulah yang ibu alami saat ini….Barakallah ibu,” kataku. Dan kamipun berpelukan erat sekali.
Ibu Salihah dan teman muslimah yang memilih menjadi istri dan ibu dengan penuh keikhlasan telah berhasil memilih peran yang mulia. Tidak semua muslimah yang menjadi ibu rumah tangga menyadari bahwa istri dan ibu adalah sebuah keterampilan. Ada yang mengganggap bahwa peran sebagai ibu rumah tangga adalah sebuah keniscayaan setelah menikah. Ada persepsi yang berbeda sungguh antara ibu rumah tangga sebagai keterampilan dan sebagai keniscayaan. Hal itu tampak pada ekspresi amalnya. Keterampilan mengelola rumah tangga meliputi pengelolaan waktu, pengelolaan emosi, pengelolaan komunikasi bersifat dinamis. Setiap fase kehidupan berkeluarga memerlukan penyesuaian dan perlu ilmu yang terus bertambah. Maka seseorang yang memiliki keterampilan mengelola rumah tangganya dengan baik, ketika anak-anak sudah besar mereka akan dapat kembali beraktifitas untuk masyarakat. Sebaliknya itu tidak terjadi pada ibu rumah tangga sebagai keniscayaan. Beberapa anak yang memiliki hambatan perkembangan yang datang ke tempat kami lahir dari ibu rumah tangga ini. Dia di rumah tapi tidak tahu bagaimana mengasuh anak dengan baik. Yang ia tahu adalah memberi makan anak suami, mengantar les, menemani suami, tanpa memiliki visi anak mau dibawa kemana.
Allah memberi potensi kepada setiap umatnya yang dengan potensi itulah ia akan beramal saleh. Kesadaran potensi yang dimiliki oleh Ibu Salihah itulah yang sebenarnya menjadikan Allah sayang dan membantunya mendidik anak dan keluarganya sesuai dengan visi kehidupannya. Ibu Salihah telah berhasil mengedentifikasi makna dari kata istri dan ibu dalam kehidupan yang sebenarnya. Itulah spiritual literasi yang telah dicapai oleh Ibu Salihah dalam kehidupanya. Wallahu a’lam.
SHARE
- Telegram
- Pinteres
Ibu Itu Sungguh Luar Biasa. Maka Dari Itu Wajib Untuk Menuliskan Nya. Terimakasih Buat Artikel Bermanfaat Nya 🙏🏻