Site Loader

Hikmatiyani Nastiti

Lazy Mind

Jika anda seorang pendidik,  pernah tidak memiliki siswa yang sedikit-sedikit mengatakan “Ah ribet banget sih ngasih tugas”, “Gak usah tugas kelompok bu, males ngajakin diskusinya” dst. 

Atau jika anda orang tua, kerap mendengar penolakan anak saat kita meminta bantuannya untuk beberapa hal. Sebagian anak memilih untuk menuntaskan yang paling mudah.

Lazy mind

Mereka mengalami kondisi “Lazy Mind” atau males mikir. Mereka hanya ingin mengambil bagian yang mudah saja dan menolak mengerjakan sesuatu yang mereka anggap sulit.

Apa yang menyebabkan kondisi ini terjadi pada sebagian besar anak-anak kita?

Pertama, fitrah belajar dan bernalar anak sebagai makhluk yang “senang belajar” redup dan tidak bertumbuh.

Mindset belajar hanya pada penguasaan calistung. Sehingga pada usia dini, alih-alih mereka seharusnya banyak bermain dan berinteraksi di alam, malah sibuk dibelikan buku untuk bisa membaca.

Saat kosakata, penjelasan sains sederhana, fenomena-fenomena banyak tersebar di alam, sebagia malah menyempitkan keseruan belajar hanya belajar membaca dan menulis di kamar juga ruang kelas.

Kedua, menjelang aqil baligh hingga menjadi dewasa biologis, sebagian anak tidak dilatih untuk “berpikir”. Sebagian anak terbiasa mendapatkan sesuatu secara instan. Salah satu alasannya adalah orang tua yang siap memberikan pertolongan pada anak di saat kesulitan. Pun orang tua yang siap membayar berapapun agar anaknya dapat masuk sekolah favorit_bukan selalu uang namun bisa juga karena nama besar orang tua. 

Apa dampak bagi orang yang memiliki “Lazy Mind”?

Pertama, ia akan sulit berubah dan menerima perubahan. Bukankah berpikir adalah fondasi dari sebuah perubahan? Berarti, malas berpikir akan mempersulitnya untuk mempelajari hal-hal baru, menaikan level kompetensi hingga menjadi seorang mastery.

Kedua, ia akan hidup dengan mental “passenger” dan bukan mental “driver”. Mental passanger yang hanya mengikuti orang lain, menyalahkan orang lain, reaktif, dst. Mental driver adalah mental dimana orang saat menemukan hambatan bisa ia lewati, menerima dan mau mencoba saat diberikan tantangan, proaktif dan seterusnya.

Sebagai seorang muslim, kita pasti paham bahwa di dalam Al Quran, terdapat ratusan ayat memerintahkan kita untuk berpikir. Artinya, berpikir dikaitkan dengan keimanan dan tidak berpikir dikaitkan dengan kekufuran.

Maka, mari kita latih, berikan stimulasi, buka ruang-ruang diskusi dengan anak-anak kita.  Berikan kesempatan anak kita untuk salah dan memperbaikinya. Terima saat anak kita gagal dan jadikan kegagalan sebagai langkah untuk menemukan kembali jalan keluar untuk berhasil.

Sulit dan ribet? Ah, jangan-jangan anak kita belajar dari orang tuanya yang juga tidak mau ribet .

Share

Penulis

Hikmatiyani Nastiti

Founder Yayasan Bening Indonesia

Pendafatran Dibuka - PPDB Sekolah Bening Tahun Ajaran 2025-2026 - PAUD - SD - SMP - SMA
Topik
Info dan Berita Lainnya
Pendafatran Dibuka - PPDB Sekolah Bening Tahun Ajaran 2025-2026 - PAUD - SD - SMP - SMA

Kategori