Catatan Pojok Berkisah 2: Nabi Adam AS dan Anaknya
Oleh: Hikmatiyani Nastiti
Saya terdiam saat menyimak materi dari ust. Hendri Tandjung. Mengupas surat Al Maidah : 27 – 31 untuk mengambil makna tentang arti dari sebuah pengorbanan dan pengabdian.
Allah telah mengabadikan kisah, agar sekali kita bisa mengambil ibroh sekaligus menjadikannya sebagai pedoman serta meyakini akan kebenaran yang sudah diajarkan di dalam Al Quran. Jika anda sedang membaca tulisan ini, maka ada baiknya anda membuka pula Al Quran agar bisa membaca langsung tafsirnya.
Di dalam surat Al Maidah tersebut, dimulai dengan kisah tertolaknya qurban Qobil dan diterimanya qurban dari Habil. Mengapa? Karena ternyata Qobil berqurban dengan hasil kebun yang busuk dan buruk. Habil sebaliknya, berqurban dengan hasil ternaknya yang bagus dan sehat. Dari ayat 27 ini, Ustadz Hendri mengajak kita melihat arti sebuah pengorbanan. Bagaimana kita merefleksi apakah sebagai orang tua kita pernah berkorban? Apakah sebagai atasan kita pernah berkorban? Bagaimana dengan guru?
Berkorban dengan sesuatu yang baik tentu menjadi syarat mutlak yang sudah disyariahkan sejak nabi Adam. Memberikan barang yang bernilai baik hingga berkorban perasaan namun dengan niat yang lurus .Bukankah kita merasa sering berkorban sebagai seorang pasangan, guru, pimpinan, tetangga dan banyak lagi? Masih ingatkah makna dari khalifah sebagai pengabdi? Dan tidaklah akan merugi, orang-orang yang berkorban karena Allah . Dan Allah akan membalasnya jauh melebihi pengorbanan yang sudah kita lakukan karenaNya. Kita juga bisa mengambil makna di dalam organisasi yaitu ikhlas berkorban demi kepentingan sebuah organisasi.
Di ayat 28- 29, menceritakan bagaimana Qabil mengancam hendak membunuh Habil. Lalu, apakah Habil membalas? Habil berbadan lebih besar dan kuat dibandingkan Qabil. Hal yang mudah untuk mengalahkan bahkan membunuh Qabil. Namun ternyata Habil menahan kehendak itu semua. Mengapa? Karena Habil ingat akan pesan ayahnya tentang hari pembalasan.
Apa makna yang bisa diambil? Ust Hendri menjelaskan bahwa makna yang bisa diambil dari ketiga ayat tersebut adalah bagaimana kita membutuhkan strategi untuk meraih kemenangan , pengendalian hawa nafsu, dan jangan melakukan inisiatif jika tujuannya untuk merusak organisasi ataupun institusi lainnya seperti keluarga.
Tentu kita sering melihat bagaimana sebuah organisasi ataupun keluarga menjadi hancur karena adanya perlakuan balas dendam yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa tidak terima akan perlakuan organisasi. Seorang keluarga yang terpecah belah karena tidak mampu menahan diri untuk melontarkan kemarahan kepada saudara kandung. Dan ini semua terkadang bukan karena disebabkan kesalahan yang dilakukan antar anggota keluarga, namun seperti Qabil yang iri kepada Habil karena dinikahkan oleh saudara kembarnya, juga diterima qurbannya, Qabil lantas membunuh Habil. Yap, seringkali ketidaksukaan bukan terjadi karena orang lain melakukan kesalahan pada kita, namun bisa jadi karena kitalah yang iri dan dengki terhadap keberhasilan orang lain. Pun terhadap saudara kandung.
Makna terakhir di ayat 31, adalah belajar bisa dilakukan dari mana saja. Terlihat bagaimana Qabil belajar dari burung gagak untuk menguburkan adiknya. Bahkan Allah tidak segan-segan menjadikan contoh hewan untuk memberikan pembelajaran kepada manusia. Masya Allah.
Terus teringat akan pesan pengendalian hawa nafsu melalui kisah ini. Terus berlatih untuk bersabar dan menahan diri. Terus luruskan niat dan berkorban demi kemashalahatan yang lebih besar.
SHARE
- Telegram
- Pinteres