Hikmatiyani Nastiti
Siapa yang membuat rapuh?
Melihat berita yang lagi viral dari sebuah fakultas kedokteran tentang kekerasan yang dilakukan oleh pihak keluarga karena merasa anaknya dipersulit, sebenarnya menjadi tidak aneh bagi kami yang lebih dari 15 tahun di dunia pendidikan.
Semakin kesini, semakin banyak orang tua yang tidak ingin juga tak tega melihat anaknya kesulitan. Lantas kapan mereka akan siap mandiri?
Apakah kejadian di atas baru dilakukan saat anak-anaknya kuliah? Tentu tidak. Ini adalah sebuah kebiasan yang dibangun bertahun-tahun oleh banyak orang tua yang selalu ingin anaknya sukses tanpa rintangan.
Sejak anaknya bersekolah di Sekolah Dasar, semua harus aman bagi jiwa anak. Bahkan orang tua akan sibuk meneror guru saat anaknya pulang menangis ataupun mengeluh akan kesulitan di sekolah. Bahkan saat ini, tidak hanya orang tua yang “maju”, dengan contoh yang ada di depan mata bisa jadi kakak, paman bahkan seorang supir pun mewakili amarah orang tua demi membela mati-matian anaknya.
Begitu terus hingga sekolah lanjutan. Masuk sekolah lewat jalur belakang, tugas-tugas diambil alih bahkan untuk sekedar protes pun seorang anak harus diwakilkan oleh orang tua.
Saya dalam tiap konseling selalu bertanya apa yang ingin kamu sampaikan pada program-program sekolah. Dan bahkan kami membuka diri akan masukan-masukan dari siswa karena mereka terbiasa menyampaikan pandangan-pandangannya. Ada masukan yang diterima adapula yang perlu waktu untuk dipertimbangkan bahkan ditolak. Dan mereka pun disiapkan agar dapat menerima apapun hasilnya.
Mendewasakan putra putri kita perlu dorongan dan latihan. Pahami bahwa Allah sudah menyiapkan semua perangkat kehidupan anak-anak kita untuk hidup sehingga mereka juga memiliki naluri survival.
Pantaulah mereka dari jauh hingga tidak perlu terjun langsung untuk memberikan pertolongan atau mengambil alih tanggung jawab bahkan menyuapkan solusi. Orang tua perlu menahan diri untuk turun tangan.
Mengapa? Karena tantangan tidak hanya terjadi satu kali. Semua akan berulang. Dan saat anak kita mampu menyelesaikannya, itu berarti ia telah mendapat ilmu baru untuk menangani masalah tersebut. Hingga akhirnya tantangan demi tantangan akan terus menambah wawasannya, keterampilannya, mental juangnya.
Dan orang tua pun bisa tetap sibuk akan misi hidupnya, amal-amalnya, memperluas wawasan untuk menjadi teman diskusi anak-anak kita bertumbuh.
Kita, cukup menahan diri untuk memperhatikan, membiarkan mereka mencoba mengambil langkah sambil banyak berdoa agar Allah menuntun di jalan yang benar. Selanjutnya, pulihkan mereka _ucap Ustadz Adriano.
Perjuangan menjadi dewasa itu akan membuat mereka babak belur dan terluka. Bisa jadi mereka mengalami demotivasi. Terima perasaanya, pulihkan nyali dan keberanian mereka. Obati agar putra putri kita kembali sehat dan kuat.
Anak-anak perlu belajar realita kehidupan. Bukan realita yang dibuat-buat, namun aktivitas nyata dimana mereka bertemu langsung dengan kehidupan sehari-hari. Kuatnya jiwa orang tua akan menghasilkan jiwa-jiwa yang kuat pada putra putri mereka.
Masih ngotot hanya karena jadwal pulang sekolah berubah di SD ? Atau tidak terima karena anak mendapat konsekuensi di sekolah? Plis, cara itu akan semakin membuat mereka rapuh dan bergantung dengan orang tua.
Share
Penulis
Hikmatiyani Nastiti
Founder Yayasan Bening Indonesia
Topik
ABK Al Izzah Alumni Awal Semester Belajar Berkebun Buku Journey Buku Tahunan Ekstrakurikuler Fotografi Hikmatiyani Nastiti Ian Fauziah Inisiatif Inklusi Itikaf Karya Siswa Kelulusan Kemping Kunjungan Kunjungan Kampus Liburan MPLS Murojaah Nyantri Olahraga PKBM PPDB PPDB SD 2021 Prestasi Renungan Safar Safar SD SD SDM seminar SL SMA SMP SPS Studi Banding Sumarti M Thahir Talaqqi Tulisan Guru Wahyudin Yasin